Shoutussalam.com, - Lampu-lampu di kota-kota
sekujur Jerman, Senin (5/1/15) malam, mati sebagai protes penduduk
sekujur negeri terhadap gerakan anti-imigran dan anti-Islamisasi.
Di pinggiran Berlin, pengunjuk rasa yang tergabung dalam Patriotik Eropa melawan Islamisasi Barat (Pegida) gagal memasuki ibu kota Jerman akibat kalah jumlah oleh demonstran kontra Pegida.
Di Hamburg dan Muenchen, demonstran penentang Pegida, berbaris di jalan-jalan kota untuk mengimbangi aksi demo anti-imigran dan anti-Islamisasi. Sekitar 8.000 pedemo anti-Pegida juga berparade di Stuttgart, yang membuat Pegida mengurungkan niat turun ke jalan.
Situs ibtimes.co.uk melaporkan sebagai simbol masyarakat kota menolak Pegida, lampu sorot landmark utama — termasuk yang berada di lengkung abad ke-18 di Gerbang Bradenburg — dimatikan.
Menara TV, yang juga menjadi ikon kota, sama sekali tak berbalut cahaya. Gedung-gedung juga tak menyalakan lampu. Berlin benar-benar gulita, karena tak ingin Pegida berunjuk rasa.
Situasi serupa juga terjadi di Koeln. The Telegraph melaporkan lampu sorot di katedral, tujuan favorit para wisatawan domestik, dimatikan.
Dresden juga gelap. Pabrik Volkswagen mematikan semua lampu di pabrik utama. Padahal, kota ini disebut-sebut sebagai jantung Pegida.
Sekitar 10 ribu pendukung Pegida turun ke jalan-jalan, berparade, dan menerikan yel-yel anti-imigran dan anti-Islamisasi. Namun, jumlah ini terlalu kecil dibanding aksi demo serupa sebelum Natal, yang diikuti 17 ribu orang.
Sebelum aksi protes anti-Pegida, Kanselir Angela Merkel mengatakan; “Kita harus menunjukan kepada kelompok sayap kanan tidak ada tempat bagi xenophobia dan anti-Semitisme di masyarakat kita.”
Protes anti-imigran dan anti-Islamisasi dimulai di Dresden oleh seorang bernama Lutz Bachmann, yang tidak memiliki latar belakang politik. Ia berpidato di jalan-jalan. Ia didengar banyak orang dan mendapat pengikut.
Semula, Bachmann hanya menyerang imigran Muslim. Belakangan, ia menyerang imigran dari semua latar belakang agama dan etnis.
Bachmann berusaha mengeluarkan semangat ini ke kota-kota lain di sekujur Jerman, tapi harus menghadapi kenyataan pendukung terbesarnya hanya di Dresden.
[Newsman/dbs]
Di pinggiran Berlin, pengunjuk rasa yang tergabung dalam Patriotik Eropa melawan Islamisasi Barat (Pegida) gagal memasuki ibu kota Jerman akibat kalah jumlah oleh demonstran kontra Pegida.
Di Hamburg dan Muenchen, demonstran penentang Pegida, berbaris di jalan-jalan kota untuk mengimbangi aksi demo anti-imigran dan anti-Islamisasi. Sekitar 8.000 pedemo anti-Pegida juga berparade di Stuttgart, yang membuat Pegida mengurungkan niat turun ke jalan.
Situs ibtimes.co.uk melaporkan sebagai simbol masyarakat kota menolak Pegida, lampu sorot landmark utama — termasuk yang berada di lengkung abad ke-18 di Gerbang Bradenburg — dimatikan.
Menara TV, yang juga menjadi ikon kota, sama sekali tak berbalut cahaya. Gedung-gedung juga tak menyalakan lampu. Berlin benar-benar gulita, karena tak ingin Pegida berunjuk rasa.
Situasi serupa juga terjadi di Koeln. The Telegraph melaporkan lampu sorot di katedral, tujuan favorit para wisatawan domestik, dimatikan.
Dresden juga gelap. Pabrik Volkswagen mematikan semua lampu di pabrik utama. Padahal, kota ini disebut-sebut sebagai jantung Pegida.
Sekitar 10 ribu pendukung Pegida turun ke jalan-jalan, berparade, dan menerikan yel-yel anti-imigran dan anti-Islamisasi. Namun, jumlah ini terlalu kecil dibanding aksi demo serupa sebelum Natal, yang diikuti 17 ribu orang.
Sebelum aksi protes anti-Pegida, Kanselir Angela Merkel mengatakan; “Kita harus menunjukan kepada kelompok sayap kanan tidak ada tempat bagi xenophobia dan anti-Semitisme di masyarakat kita.”
Protes anti-imigran dan anti-Islamisasi dimulai di Dresden oleh seorang bernama Lutz Bachmann, yang tidak memiliki latar belakang politik. Ia berpidato di jalan-jalan. Ia didengar banyak orang dan mendapat pengikut.
Semula, Bachmann hanya menyerang imigran Muslim. Belakangan, ia menyerang imigran dari semua latar belakang agama dan etnis.
Bachmann berusaha mengeluarkan semangat ini ke kota-kota lain di sekujur Jerman, tapi harus menghadapi kenyataan pendukung terbesarnya hanya di Dresden.
[Newsman/dbs]
No comments:
Post a Comment